Jumat, 24 Mei 2019

AIR TERJUN BATU SARANGAN PARDASUKA PRINGSEWU LAMPUNG

AIR TERJUN
BATU SARANGAN PARDASUKA - PRINGSEWU

Oleh: Agussani Gani



Kabar gembira bagi Millenial yang suka bepergian


Baru Diketemukan Air Terjun Batu Sarangan

Pekon Rantau Tijang Kecamatan Pardasuka

Kabupaten Pringsewu Lampung


Keberadaan Air terjun tersebut baru diketahui beberapa tahun yang lalu. Namun atas prakarsa warga bersama unsur pemerintahan Dusun, Pekon, Kecamatan dan Kabupaten Pringsewu melihat langsung ke lokasi Air Terjun Batu Sarangan yang berada di Pekon Rantau Tijang Kecamatan Pardasuka.


Harapan penulis semoga objek wisata alam ini dikelola dengan sungguh-sungguh, In-sya Allah Pardasuka bukan hanya sebagai Lumbung Seni Budaya namun dapat menjadi destinasi wisata Alam untuk wilayah Pringsewu dan sekitarnya.

Berikut adalah gambar-gambar perjalanan dan akses jalan serta penampakan Air Terjun Batu Sarangan Rantau Tijang.


Air Terjun Batu Sarangan berada di Pekon Rantau Tijang Kecamatan Pardasuka,
Kab. Pringsewu Lampung.


Tanah Lampung selain Kaya akan hasil buminya juga kaya akan tempat - tempat yang menakjubkan yang pantas untuk dijadikan destinasi wisata. Kami tunggu kedatangan Anda. Sampai jumpa di Air Terjun Batu Sarangan Rantau Tijang Pardasuka Pringsewu.

Kondisi jalan yang menantang dan hanya bisa dilalui
kendaraan roda dua.
Akses Jalan menuju Air Terjun yang lumayan ekstrim
Jalan mendaki dan menurun di bukit terjal berbatu
sebagai tantangan untuk sebuah tujuan.

Aparat Pekon, Camat dan  Asisten bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemda kab. Pringsewu
berpose berlatar belakang Air Terjun Batu Sarangan. Perjalanan yang melelahkan
namun Asyik dan berkesan



Pengucapan HUT Pramuka oleh Kwarran Pardasuka di Air Terjun Batu Sarangan




Menyeberangi sungai, perjalanan yang mengasyikkan menuju Lokasi

Melintasi ladang ilalang

view Arter Batu Sarangan Rantau Tijang

Janji Pramuka oleh Kwarran Pardasuka

Kamis, 17 Desember 2015

Gelar Kehormatan dari Adat Lampung Sai Batin dianugerahkan ke 3 Pejabat Pringsewu

Tiga pejabat di lingkungan kabupaten Pringsewu menerima gelar kehormatan dari masyarakat adat Lampung Sai Batin di Kecamatan Pardasuka, Senin 14/12/2015.

Gelar ini diberikan dalam acara Anjau Muahi, kepada bupati Pringsewu Sujadi Saddat, wakil bupati Pringsewu Handitya Narapaty dan Ketua DPRD Ilyasa.
Pemberian gelar dilakukan langsung oleh ketua adat yaitu Suttan Bandakh Makhga kepada Sujadi dengan gelar Prabu Dalom Sai Batin, Handitya Narapati bergelar Mangku Praja Adipati Sai Batin dan Ilyasa dengan Cahya Ratu Makhga Sai Batin.

Anjakh muakhi sendiri adalah kebiasaan masyarakat dalam aacara perhelatan budaya Lampung Sai Batin, yang biasanya diselenggarakan pada perhelatan disaat pemangku adat melaksanakan sebuah acara dalam rangka menyambung silaturahmi.
Tradisi  ajau muakhi ini merupakan sebuah awal dimulainya bentuk-bentuk persaudaraan yang dibalut dengan dinamika kerja sama secara konstruktif, antara penyimbang adat dan pemangku kekuasaan sebagai bentuk jalinan persaudaraan dengan memakaikan pakaian adat kehormatan adat lampung sai batin.

Dalam sambutannya, Suttan Bandakh Makhga mengatakan penghargaan ini sesuai dengan hukum adat yang ada, sebagai wujud silaturahmi dan juga sebagai upaya kerja sama dalam membangun masyarakat pringsewu yang lebih berbudaya.

“Kita tahu budaya sekarang ini hampir punah ditelan zaman, terpengaruh oleh modernisasi. Kalau tidak ada andil dari pemerintah serta peran masyarakat itu sendiri maka budaya akan tenggelam dan terpendam,” ungkapnya.
Selanjutnya suttan Bandakh Makhga yang mempunyai nama asli Edyalis ini juga berharap dukungan dan bimbingan dari Pemerintah Kabupaten Pringsewu dalam melestarikan setiap kegiatan budaya khususnya seni Budaya Lampung Sai Batin ini.(*)
suber: Jejamo.com

Rabu, 16 Desember 2015

Pardasuka Potensi Budaya Lampung Sai Batin di Kabupaten Pringsewu

Penghargaan dan pemberian Gelar pada acara Anjau Muakhi
Anjau Muakhi, penyerahan gelar kehormatan dari adat
Lampung Sai Batindi Kecamatan Pardasuka, Minggu 14/12/2015
Kecamatan Pardasuka adalah satu Kecamatan di wilayah Kabupaten Pringsewu. Suku Lampung menjadi suku  minoritas di kabupaten Pringsewu dari sembilan kecamatan yang ada dengan mayoritas penduduknya bersuku Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pardasuka yang mayoritas penduduknya adalah etnis Lampung sampai saat ini berhasil mempertahankan dan melestarikan kebudayaan Lampung Sai Batin (Lampung Pesisir) secara utuh.

Kecamatan Pardasuka berada di selatan wilayah Pringsewu, dan Pardasuka menjadi satu-satunya kecamatan dengan penduduk asli Lampung Sai Batin terbanyak di Pringsewu. Penduduk asli Lampung Sai Batin tersebar di lima pekon di Kecamatan Pardasuka, yakni Pardasuka Induk, Pardasuka Timur, Pardasuka Selatan, Tanjung Rusia dan Pekon Suka Negeri. Sementara itu di Pekon-pekon lain banyak juga dihuni oleh masyarakat suku Jawa, Sunda, Semende, dan etnis Serang.
Menariknya budaya Lampung Sai Batin ini masih terjaga baik sampai saat ini, bahkan upaya pelestarian terus dilakukan dengan menjaga keutuhan cagar budaya yang ada.


Salah satu upaya pelestarian budaya Sai Batin adalah pemberian gelar kehormatan kepada pihak-pihak tertentu, seperti bupati, wakil bupati ketua DPRD dan lainnya yang dianggap memenuhi syarat.

Budaya ini disebut “Anjau Muakhi”, yang juga bertujuan untuk menyambung tali silaturahmi dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat, seperti yang berlangsung di kecamatan setempat, Senin 14/12/2015.
Bupati Pringsewu Sujadi, wakil bupati Pringsewu  Handitya Narapati dan Ketua DPRD Pringsewu Ilyasa mendapatkan gelar kehormatan oleh penyeimbang adat bandakh makhga kecamatan pardasuka Pringsewu.
Ketua Adat Lampung Sai Batin, Suttan Bandakh Makhga, mengatakan penghargaan ini sesuai dengan hukum adat yang ada, sebagai wujud silaturahmi dan juga sebagai upaya kerja sama dalam membangun masyarakat pringsewu yang lebih berbudaya.

“Kita tahu budaya sekarang ini hampir punah ditelan zaman, terpengaruh oleh modernisasi. Kalau tidak ada andil dari pemerintah serta peran masyarakat itu sendiri maka udaya akan tenggelam dan terpendam,” ungkapnya.(*) sumber: Jejamo.com

Senin, 04 Agustus 2014

LAMPUNG PESISIR BANDAR LIMA

DUA BELAS KEBUAYAN

DI LAMPUNG PESISIR BANDAR LIMA

(CUKUH BALAK, WAY LIMA & GUNUNG ALIF)



Lampung Pesisir Pemanggilan Bandar Lima adalah lampung pesisir yang berasal dari 5 kebandaran di cukuhbalak yang keturunanya menyebar ke wilayah pedalaman yang sekarang meliputi kecamatan Cukuh balak, Limau, Talang Padang, Kelumbayan, Kelumbayan Barat dan Bulok (Tanggamus); Pardasuka (Pringsewu); Kedondong, Way lima, sebagian Gedung Tataan, Punduh Pedada dan Padang Cermin (Pesawaran).
Agussani


Nama kebuayan berasal dari kata “buay” yang artinya keturunan. Maksudnya adalah sebuah kelompok yang berasal dari satu keturunan (nenek moyang yang sama). Untuk lampung pesisir, nama buay biasanya identik dengan nama kebiasaan atau peristiwa yang dulu pernah terjadi di zaman nenek moyangnya, selain nama moyang buay tersebut. Seperti “buay semenguk”, karena dari cerita nenek moyangnya yang dulu telah membantu menyelamatkan seekor buaya. “Buay pemuka peliung”, karena dari cerita nenek moyangnya yang memiliki kebiasaan membawa priuk (tempat memasak nasi) sehingga dalam bahasa lampung disebut “peliung/beliuk/khayoh”. “Buay Kemincak”, karena dari cerita nenek moyangnya yang pandai mendatangkan hujan, seperti ibarat katak yang suka dengan air, dan cerita buay lainnya.
Menurut beberapa sumber terdapat 12 kebuayan di wilayah bandar lima (cukuhbalak), waylima dan gunung alif yg berasal dr 5 bandar, yaitu:

  1. SEPUTIH, ada 5 buay yg merupakan keturunan buay semenguk dan buay lain yg masih dalam satu kerabat, yaitu: BUAY MUKHADATU/MIKHADATU (di way kanan disebut BARADATU), BUAY TAMBAKUKHA (merupakan saudara tiri paksi pak dari ibu buay tumi/semenguk), BUAY HULU DALUNG (buay ini masih kerabat buay semenguk yang berasal dari sungkai bunga mayang), BUAY HULU LUTUNG (saudara dari buay hulu dalung yang berasal dari komering), BUAY PEMUKA (ada yang menyebutkan berasal dari pubian menyerakat, tetapi ada yang menyebutkan dari way kanan yaitu buay pemuka bangsa raja).
  2. SEBADAK, berasal dari BUAY TENGKLEK (keturunan BUAY SINDI /MESINDI/BESINDI dan saudara BUAY BINTANG di krui dan di sungkai).
  3. SELIMAU, merupakan keturunan 3 saudara keturunan keratuan pugung yaitu kakhai handak, si agul-agul dan raja bungsu sakti dewa. Dimungkinkan masih kerabat dekat dgn keratuan BALAU di kedamaian. Terdapat 3 buay yaitu: BUAY TUNGAU, BUAY KHANDAU dan BUAY BABOK.
  4. SEPERTIWI, terdapat satu buay yaitu BUAY SAKHA. Tidak terdapat keterangan yang pasti, tetapi dimungkinkan masih saudara BUAY AJI.
  5. SEKELUMBAYAN, terdapat 2 buay yaitu: BUAY BENAWANG (Masih saudara buay semenguk, di liwa disebut BUAY BETAWANG) dan BUAY GAGILI (Masih keturunan keratuan BALAU di kedamaian, yg pindah ke penyandingan di wilayah kelumbayan, tetapi ada juga yang menyatakan berasal dari keturunan BALAU yang dulu masih di skala bekhak).
Demikianlah nama-nama 12 kebuayan yang ada di Bandakh Lima, tidak menutup kemungkinan masih ada buay-buay yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu dikarenakan keterbatasan data yang penulis miliki.

Keluarga Agussani Algani

ADAT KEBANDAKHAN LAMPUNG PESISIR

Menurut cerita yang disampaikan secara turun-temurun, nenek moyang penduduk asli Lampung Pesisir/Peminggir berasal dari Lemasa Kepampang Tanoh Unggak atau lebih dikenal dengan Kerajaan Sekala Bekhak yang terletak di lereng Gunung Pesagi. Setelah kerajaan itu runtuh, mereka menyebar mencari tempat kehidupan baru yang layak bagi kelangsungan hidup dan keturunannya. Tempat yang mereka pilih adalah Muara sungai (Muakha) yang ada di tepi laut. Disana mereka mendirikan pemukiman baru dan membentuk sistem pemerintahan adat yang dikenal dengan Bandar (Bandakh).
Dalam sistem pemerintahan adat tersebut (Saibatin Kebandakhan), dibagi dalam beberapa kelompok yaitu Suku Dilom (Gedung), Suku Kiri, Suku Kanan dan Suku Tanjakh (Tanjakh = Menyebar). Kepala atau Ketua adat saibatin kebandakhan bergelar Batin/Dalom/Pangeran/Sultan, tergantung lama berdirinya kesebatinan dan jumlah anak buah yang menjadi pengikut (jumlah saibatin yang dibawahinya).
Putih Doh
Saibatin tersebut membawahi 4 suku (Dilom/Gedung, Kiri, Kanan dan Tanjakh) yang diberi gelar Raja (Khaja). Sedangkan seorang Raja didampingi oleh beberapa Raden (Khadin), Minak, Kimas dan Mas. Sedangkan untuk berdirinya kesaibatinan baru (bawahan saibatin bandakh) yaitu berasal dari Suku Tanjakh. Suku Tanjakh merupakan suku yang jenjang permukimannya sudah menyebar kepedalaman (membuka lahan permukiman baru yang jauh dari pantai). Sehingga jika kita perhatikan susunan jenjang permukiman masyarakat Lampung Pesisir akan berbentuk seperti cabang-cabang pohon yang dimulai dari muara sungai menuju hulu sungai hingga kepedalaman.
Kesaibatinan yang berdiri didaerah pedalaman (jauh dari muara sungai) sebagian besar lebih muda umur kesaibatinannya dari pada kesaibatinan bandakh (saibatin bawahan). Mereka yang dipedalaman tidak lagi dikenal dengan Keseaibatinan Bandakh, tetapi lebih dikenal dengan Kesaibatinan Marga hanya di wilayah tertentu saja yang masih menggunakan Kesaibatinan Bandakh misalnya di wilayah Pardasuka (Bandakh Agung). Seiring berjalannya waktu perubahanpun terjadi karena adanya intervensi dari pihak asing seperti yang terjadi pada zaman penjajahan Belanda, nama Kebandakhan sering diganti juga dengan nama Marga.

Kiluan Kelumbayan

Sebagai contoh Kesebatinan Bandakh yaitu di daerah Cukuh Balak dan sekitarnya, dikenal dengan “Bandakh Lima” (terdapat 5 kesaibatinan Badakh) yang terdiri dari Bandakh Limau, Bandakh Badak, Bandakh Putihdoh, Bandakh Pertiwi dan Bandakh Kelumbayan. Sebagian dari keturunannya menyebar ke daerah pedalaman seperti ke Talang Padang yang dikenal dengan nama “Marga Gunung Alip”; Bulok, Pardasuka (Bandakh Agung), Kedondong, Way Lima dan Sebagian Gedong Tataan yang dikenal dengan nama “Kesatuan Adat Marga Way Lima” pada tahun delapanpuluhan bernama Kerukunan Penyimbang Saibatin Waylima (KPSW).
Berdasarkan pendapat beberapa tokoh adat menyebutkan bahwa  Marga Way Lima adalah Marga Lampung Pesisir yang menempati lima way (sungai), yaitu Way Mincang, Way Kuripan, Way Tuba, Way Awi, dan Way Padangratu, yang kemudian menyatu di sungai induk, yaitu Way Sekampung. Way Mincang mengalir di Kecamatan Pardasuka, Way Kuripan dan Way Tuba mengalir di Kecamatan Kedondong, Way Awi mengalir di Kecamatan Way Lima, dan Way Padangratu mengalir di perbatasan Kecamatan Way Lima dengan Kecamatan Gedongtataan. Pendapat lain mengatakan bahwa asal kata way lima mungkin juga berasal dari kata Buay Lima. Kata buay bermakna keturunan dan kata lima bermakna lima marga dari Cukuhbalak (Bandakh Lima), yaitu Marga Putih, Marga Badak, Marga Limau, Marga Pertiwi, dan Marga Kelumbaian dan Marga-marga lain di Punduh-Pidada dan Padang Cermin. Sehingga sampai saat ini didaerah marga tersebut dikenal nama atau istilah Selimau, Sebadak, Seputih, Sepertiwi dan Sekelumbayan untuk mengingatkan asal usul keturunan dan nenek moyang mereka.

Sumber: iwatbatin.blogspot.com

Rabu, 30 Mei 2012

Perkawinan Adat Lampung

Upacara Perkawinan adat Lampung Pesisir 

di wilayah Pardasuka Kabupaten Pringsewu

Gambar Kartun Pengantin Lampung




Foto by Fikrisani : Dokumentasi Saibatin Bandakh Makhga

SISTEM PERKAWINAN DALAM MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN
 
Menurut ketentuan-ketentuan adat system perkawian masyarakat Lampung Saibatin yang menganut garis keturunan Bapak (Patrachaat) menganut 2 sistem pokok yaitu:

1 Sistem Perkawian Nyakak Atau Matudau.


Sistem ini disebut juga system perkawinan Jujur karena lelaki mengeluarkan uang untuk membayar jujur ​​/ Jojokh (Bandi Lunik) kepada pihak keluarga gadis (calon istri).
Sistem nyakak atau mantudau dapat dialksanakan dua cara:
Cara Sabambangan: Cara ini si Gadis dilarikan oleh bujang dari rumahnya dibawa rumah adat atau rumah si bujang. Biasanya pertama kali sampai si gadis ditempat sibujang dinaikan dinaikan kerumah kepala adat atau jukhagan baru di bawa pulang kerumahnya oleh keluarga si bujang. Fitur bahwa si ​​gadis nyakak / mentudau si gadis meletakkan surat yang isinya memberitahu orang tuanya kepergiannya Nyakak atau mentudau dengan seorang bujang (dituliskan Namanya), keluarganya, kepenyimbangannya serta untuk menjadi istri keberapa, selain itu meninggalakan uang pengepik atau pengluah yang tidak ditentukan besarnya, hanya kadang-kadang besarnya uang pengepik dijadikan ukuran untuk menentukan ukuran uang jujur ​​(bandi lunik). Surat dan uang diletakkan ditempat tersembunyi oleh si gadis. Setelah gadis sampai di tempat keluarga si bujang, kepala adat pihak si bujang memerintahkan orang-orang adat yang sudah menjadi tugasnya untuk memberi kabar secara resmi kepada pihak keluarga si gadis bahwa anak gadisnya yang hilang telah berada di kelaurga mereka dengan tujuan untuk dipersuntung oleh salah satu bujang anggota mereka.mereka yang memberitahu ini membawa tanda-tanda mengaku salah bersalah ada yang menyerahkan Kris, Badik dan ada juga dengan tanda Mengajak pesahabatan (Ngangasan, Rokok, Gula, Kelapa, dsb) acara ini disebut Ngebeni Pandai atau Ngebekhi tahu. Sesudah itu berarti terbuka luang untuk mengadakan perundingan secara adat guna menyelesaikan kedua pasangan itu. Segala ketentuan adat dilaksankan sampai ditemukan titik kemufakatan, kewajiban, pihak bujang pula membayar uang penggalang sila ke pihak adat si gadis
Cara tekahang (sakicik Betik): cara ini dilakukan terang-terangan.Keluarag bujang melamar langsung si gadis setelah mendapat laporan dari pihak bujang bahwa dia dan si gadis saling setuju untuk mendirikan rumah tangga pertemuan lamaran antara pihak bujang dan si gadis apabila telah mendapat kecocokan menentukan tanggal pernikahan temp [at pernikahan uang jujur, uang pengeni jama hulun tuha bandi balak (Mas Kawin), bagaimana caranya penjemputan, kapan di jempu dan lain-lain. Yang berhungan dengan kelancaran upacara pernikahan. Biasanya saat menjemput pihak keluarga lelaki menjemput dan si gadis mengantar. Setelah samapi ditempat sibujang, pengantin putrid dinaikan kerumah kepala adat / jukhagan, baru di bawa pulang ketempat si bujang. Sesudah itu dilangsungkan acara keramaian yang sudah dirancanakan. Dalam system kawin tekhang ini uang pengepik, surat pemberian dan ngebekhitahu tidak ada, yang penting diingat dalam system dalam nyakak atau mentudau kewajiban pihak pengantin pria adalah:
  1. Mengeluarkan uang jujur ​​(bandi Lunik) yang diberitahukan kepada pihak pengantin wanita.
  2. Pengantin membayar kontan mas kawin mahar (Bandi Balak).Kepada si gadis yang sesuai dengan kemufakatan si gadis dengan sibujang.keluarga pihak pria membayar uang penggalang sila "Kepada kelompok adat si gadis
  3. mengeluarkan Jajulang / Ranjang yang berisi kue-kue (24 macam kue adat) kepada keluarga si gadis jajulang / ranjang ini duhulu ada 3 buah yaitu: Ranjang penetuh Bukha Ranjang Gukhu Ngaji Ranjang Kuakha Sekarang kondisi ekonomi yang susah tidur cukup satu.
  4. Ajang yaitu nasi dangan lauk pauknya sebagai kawan katil.
    Memberi gelar / adok kepada kedua pengantin sesuai dengan strata pengantin pria, sedangkan dari pihak gadis memberi barang berupa pakaian, alat tidur, alat dapur, alat kosmetik, dan lain sebagainya. Barang ini disebut sesan atau benatok, Benatok ini dapat diserahkan pada saat manjau pedom sedangkan pada system sebambangan dibawa pada saat menjemput, pada system tekhang kadang-kadang dibawa belakangan.
2. Sistem perkawinan Cambokh Sumbay / Semanda.

Sistem perkawinan Cambokh Sumbay disebut juga Perkawianan semanda, yang sebenarnya adalah bentuk perkawinan yang calon suami calon suami tidak mengeluarkan jujur ​​(Bandi lunik) kepada pihak istri, sang pria setelah melaksanakan akad nikah melepaskan hak dan tanggung jawabnya terhadap keluarganya sendiri dia bertanggung jawab dan berkewajiban mengurus dan melaksankan tugas-tugas di pihak istri. Hal ini sesuai dengan apa yang di kemukakan Prof. Hi.Hilman Hadi kusuma,:


Perkawinan semanda adalah bentuk perkawinan tanpa membayar jujur ​​dari pihak pria kepad pihak wanita, setelah perkawinan harus menetap dipihak kerabat istri atau bertanggung jawab meneruskan keturunan wanita di pihak isteri "(Prof. Hi. Hilman Hadi kusuma, 1990:82)


Di masyarakat Lampung saibatin kawin semanda (Cambokh Sumbay) ini ada beberapa macam sesuai dengan perjanjian saat akad nikah antara calon suami dan calon istri atau pihak keluarga pengantin wanita.
Dalam perkawinan semanda / Cambokh sumbay yang perlu diingat adalah pihak isteri harus mengeluarkan pemberian kepada pihak keluarga pria berupa:

  1. Memberikan Ranjang atau Jajulang kepada pihak pengantin pria
  2. Ajang dengan lauk-pauknya sebagai kawan katil.
  3. Memberikan seperangkat pakaian untuk pengantin pria.
  4. Memberi gelar / adok sesuai dengan strata pengantin wanita.
Sedangkan Bandi lunik atau jujur ​​tidak ada sedangkan Bandi Balak atau maskawin dapat tidak kontan (Hutang). Pelunasannya etelah sang suami mampu membayarnya. Termasuk uang penggalang Silapun tidak ada,
Selain dari kedua system perkawinan diatas ada satu system perkawinan yang banyak dilakukan oleh banyak orang pada era sekarang. Akan tetapi bukan yang diakui oleh adat justru menentang atau berlawanan dengan adat system ini adalah "Sistem Kawin Lari atau kawin Mid Naib" Sistem perkawinan ini maksudnya adalah lari menghindari adat, Lari dimaksud disini tidak sama denga Sebambangan, Karena sebambangan lari di bawa ke badan hokum adat atau penyimbang, sedangkan kawin lari ini adalah si gadis melarikan bujang ke badan huku agama islam yaitu Wakil (KUA) untuk meminta di nikahkan, masalh adat tidak disinggung-singgung, solusi kawin seperti ini tidak ada yang bertanggung jawab secara adat, sebab kadang- kadang keluarga tidak tahu menahu, solusi secara adat biasanya setelah akad nikah berlangsung apabila kedua belah pihak ada kecocokan masalah adatnya, antara siapa yang berhak anatara keduanya perempuan Nyakak / mentudau atau sang pria Cambokh Sumbay / Semanda.
Kawin lari seperti ini sering dilakukan karena antara kedua belah pihak tidak ada kecocokan dikarnakan beberapa hal diantaranya:
  • Sang Bujang belum mampu untuk berkeluarga sedangkan si Gadis mendesak harus di nikahkan secepatnya karena ada hal yang memberatkan Si gadis.
  • Kawin lari semacam ini dilakukan karena keterbatasan Biaya, apabila perkawinan ini dilakukan secara adat atau dapat pula disimpulkan untuk menghemat biaya.
Macam-macam sitem perkawinan Cambokh Sumbay / Semanda:

1. Cambokh Sumbay Mati manuk Mati tungu, Lepas Tegi Lepas Asakh. 
Cambokh Sumbay seperti ini merupaka cambokh sumbay yang murni karene Sang Pria datang hanya membawa pakaian saja, segala biaya pernikahan titanggung oleh si Gadis, anak keturunan dan harta perolehan bersama milik istri sang pria hanya membantu saja, apabila terjadi perceraian maka semua anak, harta perolehan bersama milik sang istri, suami tidak dapat apa.
 
2. Cambokh Sumbay Ikhing Beli,

Cara seperti ini dilakukan karena Sang Bujang tidak mampu membayar jujur ​​(Bandi Lunik) yang diminta sang Gadis, pada hal Sang Bujang telah Melarika Sang Gadis secara nyakak mentudau, selam Sang Bujang belum mampu membayar jujur ​​(Bandi Lunik) dinyatakan belum bebas dari Cambokh Sumabay yang dilakukannya. Bila Sang Bujang sudah membayar Jujur (Bandi Lunik) barulah dilakukan acara adat dipihak Sang Bujang.
 
3. Cambokh Sumbay Ngebabang,

Bentuk ini dikakukan karena sebenarnya keluarga sigadis tidak akan mengambil bujang. Atau tidak akan memasukkan orang lain kedalam keluarga adat mereka, akan tetapi karena terpaksa sementara masih ada keberatan-kebneratan untuk melepas Si Gadis Nyakak atau mentudau ketempat orang lain, maka di adakan negosiasi cambokh sumbay Ngebabang, cambokh Sumaby ini bersyarat, umpanya batas waktu cambokh sumbay berakhir setelah yang menjadi keberatan pihak si gadis berakhir, Contoh: Seorang Gadis Anak tertua, ibunya sudah tiada bapaknya kawin lagi, sedangkan adik laki yang akan mewarisi tahta masih kecil, maka gadis tersebut mengambil bujang dengan cara Cambokh Sumabay Ngebabang, berakhirnya masa cambokh sumbay ini setelah adaik laki-laki tadi berkeluarga.
 
4. Cambokh Sumbay Tunggang Putawok atau Sai Iwa khua Penyesuk,

Cara semacam ini dikarenakan antara pihak keluarga Sang Bujang dan Sang Wanita merasa keberatan untuk melepaskan anak mereka masing-masing. Sedangkan perkawinan ini tidak dapat di hindarkan, maka dilakukan permusyawaratan denga system Cambokh sumbay Say Iwa khua penyesuk cambokh sumabi ini berarti "Sang pria bertanggung jawab pada keluarga istri dengan tidak melepaskan tanggung jawab pada keluarganya sendiri, demikian pula halnya dengan Sang Gadis, Kadang kala sang wanita menetap di tempat sang suami.
 
5. Cambokh Sumbay Khaja-Kaja,

ini merupakan bentuk yang paling unik diantara cambokh sumabay lainnya karena menurut adat Lampung Saibatin, Raja tidak bisa Cambokh Sumbay, ini terjadi Cambokh Sumbay karena Seorang anak Tua yang harus mewarisi tahta keluarganya Cambokh Sumbay kepada Seorang Gadis yang juga kuat posisi dalam adatnya, dan Sang Gadis tidak akan di izinkan untuk pergi ketempat orang lain.
Muli Mekhanai Pardasuka

Salah satu tari daerah Lampung

Tokoh Masyarakat dan Pemerintahan

Mekhanai Pardasuka

Tetua adat dan Tokoh Masyarakat


Ibu-ibu tamu undangan menghadiri upacara adat Lampung

Penyambutan Tamu Undangan









Rabu, 25 April 2012

Pardasuka Pekon Kham

Perjalanan menuju Pardasuka

Gedung Bank Lampung, yang dihiasi Siger Ikon masyarakat Lampung
Jejama Secancanan kham lestakhiko Seni Budaya Lampung

Lintas Bakau - Bandar Lampung

Petunjuk Arah menuju Pardasuka

Baliho Festival Budaya Bambu Seribu

Salah satu Gedung di Bandar Lampung yang atapnya dihiasi Siger (ikon kebanggaan masyarakat Lampung)

Tarahan, salah satu lokasi terekstrim di wilayah Lampung Selatan

Bay Pass Bakauheni-Bandar Lampung

Sore hari diatas Baruna

Lampu - lampu Pelabuhan 

Azra dan Agya (perjalanan menuju Pardasuka)

Pemandangan bukit di Bakau heni

Bukit Batu di Bandar Lampung

Kakau (kopi Coklat) salah satu komoditi unggulan masyarakat Pardasuka

Menara Siger menyambut kedatangan anda di Tanah Lampung

Pardasuka, Pekonku yang selalu kurindukan

Mentari Pagi di Pardasuka

Menyambut pagi

Harapan di ufuk timur, mentari menyapa warga pardasuka

Perjalanan menuju Pardasuka " Canda Ria "

Kegembiraan dalam perjalanan mudik

Lamban kham di Pardasuka

Di geladak Kapal laut, background pulau di Selat Sunda

Nanas muda tampak berwarna merah

Panen Tiba, masyarakat Pardasuka memanen padi

sudut go Green

Buah srikaya di halaman lamban kham

Nampak latar belakang Bukit Barisan

Pemandangan di Tarahan, Lampung Selatan

Sampai di wilayah Panjang

Nampak truk - truk pengangkut hasil bumi Tanoh Lampung yang kaya raya

Salah satu sudut kota Bandar Lampung, bukit batu korban keserakahan manusia


di rumah nenek

Kembali ke rantau di tanah jawa