Senin, 04 Agustus 2014

LAMPUNG PESISIR BANDAR LIMA

DUA BELAS KEBUAYAN

DI LAMPUNG PESISIR BANDAR LIMA

(CUKUH BALAK, WAY LIMA & GUNUNG ALIF)



Lampung Pesisir Pemanggilan Bandar Lima adalah lampung pesisir yang berasal dari 5 kebandaran di cukuhbalak yang keturunanya menyebar ke wilayah pedalaman yang sekarang meliputi kecamatan Cukuh balak, Limau, Talang Padang, Kelumbayan, Kelumbayan Barat dan Bulok (Tanggamus); Pardasuka (Pringsewu); Kedondong, Way lima, sebagian Gedung Tataan, Punduh Pedada dan Padang Cermin (Pesawaran).
Agussani


Nama kebuayan berasal dari kata “buay” yang artinya keturunan. Maksudnya adalah sebuah kelompok yang berasal dari satu keturunan (nenek moyang yang sama). Untuk lampung pesisir, nama buay biasanya identik dengan nama kebiasaan atau peristiwa yang dulu pernah terjadi di zaman nenek moyangnya, selain nama moyang buay tersebut. Seperti “buay semenguk”, karena dari cerita nenek moyangnya yang dulu telah membantu menyelamatkan seekor buaya. “Buay pemuka peliung”, karena dari cerita nenek moyangnya yang memiliki kebiasaan membawa priuk (tempat memasak nasi) sehingga dalam bahasa lampung disebut “peliung/beliuk/khayoh”. “Buay Kemincak”, karena dari cerita nenek moyangnya yang pandai mendatangkan hujan, seperti ibarat katak yang suka dengan air, dan cerita buay lainnya.
Menurut beberapa sumber terdapat 12 kebuayan di wilayah bandar lima (cukuhbalak), waylima dan gunung alif yg berasal dr 5 bandar, yaitu:

  1. SEPUTIH, ada 5 buay yg merupakan keturunan buay semenguk dan buay lain yg masih dalam satu kerabat, yaitu: BUAY MUKHADATU/MIKHADATU (di way kanan disebut BARADATU), BUAY TAMBAKUKHA (merupakan saudara tiri paksi pak dari ibu buay tumi/semenguk), BUAY HULU DALUNG (buay ini masih kerabat buay semenguk yang berasal dari sungkai bunga mayang), BUAY HULU LUTUNG (saudara dari buay hulu dalung yang berasal dari komering), BUAY PEMUKA (ada yang menyebutkan berasal dari pubian menyerakat, tetapi ada yang menyebutkan dari way kanan yaitu buay pemuka bangsa raja).
  2. SEBADAK, berasal dari BUAY TENGKLEK (keturunan BUAY SINDI /MESINDI/BESINDI dan saudara BUAY BINTANG di krui dan di sungkai).
  3. SELIMAU, merupakan keturunan 3 saudara keturunan keratuan pugung yaitu kakhai handak, si agul-agul dan raja bungsu sakti dewa. Dimungkinkan masih kerabat dekat dgn keratuan BALAU di kedamaian. Terdapat 3 buay yaitu: BUAY TUNGAU, BUAY KHANDAU dan BUAY BABOK.
  4. SEPERTIWI, terdapat satu buay yaitu BUAY SAKHA. Tidak terdapat keterangan yang pasti, tetapi dimungkinkan masih saudara BUAY AJI.
  5. SEKELUMBAYAN, terdapat 2 buay yaitu: BUAY BENAWANG (Masih saudara buay semenguk, di liwa disebut BUAY BETAWANG) dan BUAY GAGILI (Masih keturunan keratuan BALAU di kedamaian, yg pindah ke penyandingan di wilayah kelumbayan, tetapi ada juga yang menyatakan berasal dari keturunan BALAU yang dulu masih di skala bekhak).
Demikianlah nama-nama 12 kebuayan yang ada di Bandakh Lima, tidak menutup kemungkinan masih ada buay-buay yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu dikarenakan keterbatasan data yang penulis miliki.

Keluarga Agussani Algani

ADAT KEBANDAKHAN LAMPUNG PESISIR

Menurut cerita yang disampaikan secara turun-temurun, nenek moyang penduduk asli Lampung Pesisir/Peminggir berasal dari Lemasa Kepampang Tanoh Unggak atau lebih dikenal dengan Kerajaan Sekala Bekhak yang terletak di lereng Gunung Pesagi. Setelah kerajaan itu runtuh, mereka menyebar mencari tempat kehidupan baru yang layak bagi kelangsungan hidup dan keturunannya. Tempat yang mereka pilih adalah Muara sungai (Muakha) yang ada di tepi laut. Disana mereka mendirikan pemukiman baru dan membentuk sistem pemerintahan adat yang dikenal dengan Bandar (Bandakh).
Dalam sistem pemerintahan adat tersebut (Saibatin Kebandakhan), dibagi dalam beberapa kelompok yaitu Suku Dilom (Gedung), Suku Kiri, Suku Kanan dan Suku Tanjakh (Tanjakh = Menyebar). Kepala atau Ketua adat saibatin kebandakhan bergelar Batin/Dalom/Pangeran/Sultan, tergantung lama berdirinya kesebatinan dan jumlah anak buah yang menjadi pengikut (jumlah saibatin yang dibawahinya).
Putih Doh
Saibatin tersebut membawahi 4 suku (Dilom/Gedung, Kiri, Kanan dan Tanjakh) yang diberi gelar Raja (Khaja). Sedangkan seorang Raja didampingi oleh beberapa Raden (Khadin), Minak, Kimas dan Mas. Sedangkan untuk berdirinya kesaibatinan baru (bawahan saibatin bandakh) yaitu berasal dari Suku Tanjakh. Suku Tanjakh merupakan suku yang jenjang permukimannya sudah menyebar kepedalaman (membuka lahan permukiman baru yang jauh dari pantai). Sehingga jika kita perhatikan susunan jenjang permukiman masyarakat Lampung Pesisir akan berbentuk seperti cabang-cabang pohon yang dimulai dari muara sungai menuju hulu sungai hingga kepedalaman.
Kesaibatinan yang berdiri didaerah pedalaman (jauh dari muara sungai) sebagian besar lebih muda umur kesaibatinannya dari pada kesaibatinan bandakh (saibatin bawahan). Mereka yang dipedalaman tidak lagi dikenal dengan Keseaibatinan Bandakh, tetapi lebih dikenal dengan Kesaibatinan Marga hanya di wilayah tertentu saja yang masih menggunakan Kesaibatinan Bandakh misalnya di wilayah Pardasuka (Bandakh Agung). Seiring berjalannya waktu perubahanpun terjadi karena adanya intervensi dari pihak asing seperti yang terjadi pada zaman penjajahan Belanda, nama Kebandakhan sering diganti juga dengan nama Marga.

Kiluan Kelumbayan

Sebagai contoh Kesebatinan Bandakh yaitu di daerah Cukuh Balak dan sekitarnya, dikenal dengan “Bandakh Lima” (terdapat 5 kesaibatinan Badakh) yang terdiri dari Bandakh Limau, Bandakh Badak, Bandakh Putihdoh, Bandakh Pertiwi dan Bandakh Kelumbayan. Sebagian dari keturunannya menyebar ke daerah pedalaman seperti ke Talang Padang yang dikenal dengan nama “Marga Gunung Alip”; Bulok, Pardasuka (Bandakh Agung), Kedondong, Way Lima dan Sebagian Gedong Tataan yang dikenal dengan nama “Kesatuan Adat Marga Way Lima” pada tahun delapanpuluhan bernama Kerukunan Penyimbang Saibatin Waylima (KPSW).
Berdasarkan pendapat beberapa tokoh adat menyebutkan bahwa  Marga Way Lima adalah Marga Lampung Pesisir yang menempati lima way (sungai), yaitu Way Mincang, Way Kuripan, Way Tuba, Way Awi, dan Way Padangratu, yang kemudian menyatu di sungai induk, yaitu Way Sekampung. Way Mincang mengalir di Kecamatan Pardasuka, Way Kuripan dan Way Tuba mengalir di Kecamatan Kedondong, Way Awi mengalir di Kecamatan Way Lima, dan Way Padangratu mengalir di perbatasan Kecamatan Way Lima dengan Kecamatan Gedongtataan. Pendapat lain mengatakan bahwa asal kata way lima mungkin juga berasal dari kata Buay Lima. Kata buay bermakna keturunan dan kata lima bermakna lima marga dari Cukuhbalak (Bandakh Lima), yaitu Marga Putih, Marga Badak, Marga Limau, Marga Pertiwi, dan Marga Kelumbaian dan Marga-marga lain di Punduh-Pidada dan Padang Cermin. Sehingga sampai saat ini didaerah marga tersebut dikenal nama atau istilah Selimau, Sebadak, Seputih, Sepertiwi dan Sekelumbayan untuk mengingatkan asal usul keturunan dan nenek moyang mereka.

Sumber: iwatbatin.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar